Selasa, 29 Januari 2013

Kebudayaan Sumatera Selatan

Kebudayaan Sumatera Selatan

Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan.
Sejarah Palembang yang pernah menjadi ibukota kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya, yang mendominasi Nusantara dan Semenanjung Malaya pada abad ke-9 juga membuat kota ini dikenal dengan julukan “Bumi Sriwijaya“.

Letak Geografis

Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera.

Penduduk

Penduduk Palembang merupakan etnis melayu dan menggunakan bahasa melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India.

Seni dan Budaya

Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti “lawang (pintu)”, “gedang (pisang)”, adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
  • Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
  • Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
  • Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi Jamalullail
  • Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang
  • Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palembang

Selasa, 15 Januari 2013

Warna-Warni Kehidupan



Akhirnya jadi juga aku menulis di blogku. Ini adalah tulisan pertamaku yang aku simpan diblog ini, so harap maklum kalau tulisannya tidak sebagus tulisan para penulis lainnya. Sebenarnya aku bukan penulis atau orang yang pandai menulis, aku hanya mencoba menuliskan apa yang ingin aku tulis, nah lho bingung kan, ya udah gak usah dipikirin. Sekarang kita kembali ke topik kita.

Warna – warni kehidupan, ya setiap kita yang menjalani hidup di dunia ini pasti penuh dengan warna, bukan warna merah, kuning ataupun hijau seperti warna pelangi, tetapi warna dalam arti penuh dengan sesuatu yang berbeda dan bervariatif antara hidup yang kita alami dengan hidup yang orang lain alami, juga berbagai hal yang sering terjadi selama kita menjalani hidup.


Ada dua hal di dunia ini yang menurutku paling menarik untuk kita ceritakan, yaitu kebahagiaan dan kesedihan, keduanya memang sangat bertolak belakang tetapi keduanya juga berjalan bersama mewarnai kehidupan kita. Setiap kita pasti pernah mengalami keduanya baik kebahagiaan juga kesedihan. Tetapi kebanyakan atau pasti, kita hanya ingin mengalami kebahagiaannya saja dalam hidup kita, tetapi bagaimana jika kita hanya mengalami kebahagiaannya saja tanpa ada kesedihan yang mengikuti dibelakangnya? Pasti kehidupan kita tidak akan berwarna dan menarik untuk kita jalani, namun bagaimana jika kita hanya mengalami kesedihan tanpa ada kebahagiaan yang menemani hidup kita, tentu tidak akan ada orang yang mau menjalani kehidupan seperti demikian.

Maka dari itu Tuhan sangat adil, Dia menciptakan kebahagiaan juga kesedihan. Sama seperti dia menciptakan manusia laki – laki dia juga menciptakan manusia wanita sebagai pendampingnya, hingga saat ini laki – laki tidak akan bisa berdiri tanpa wanita dibelakangnya. Sama seperti kebahagiaan dan kesedihan. Dan satu hal yang perlu kita ketahui bahwa di dunia ini porsi antara kebahagiaan dan kesedihan itu sama atau seimbang, meskipun tidak sedikit dari kita beranggapan bahwa kesedihan itu lebih banyak daripada kebahagiaan, begitu juga sebaliknya. Akupun pernah berpendapat demikian, karena jujur saja pengalamanku selama menjalani kehidupan memang lebih banyak kesedihannya ketimbang kebahagiaannya. Namun setelah aku belajar akhirnya aku bisa melihat kebahagiaan yang luar biasa dalam kehidupan dari sisi yang berbeda sehingga aku bisa yakin dan percaya bahwa antara kebahagiaan dan kesedihan itu seimbang. Bukan hanya aku, banyak orang yang mengerti akan hal ini, tetapi banyak juga orang yang belum mengerti. Maka dari itu aku menulis ini dengan harapan agar semua orang bisa mengerti.

Warna – warni kehidupan juga bisa kita lihat dari mereka – mereka yang kaya, yang setiap hari bisa makan enak tanpa mendapat kesulitan untuk bisa menjalani hidup. Juga mereka – mereka yang hidup di jalan, yang tidak mempunyai keluarga dan sulit untuk bisa makan. Beberapa dari kita pasti beranggapan bahwa Kebahagiaan sudah dimiliki oleh mereka yang kaya dan kesedihan menjadi sahabat buat mereka yang miskin. Anggapan tersebut memang benar, tetapi bisa menjadi salah besar jika kita berkata Pasti. Karena pada kenyataannya cukup banyak mereka yang kaya dan kelihatan tidak mempunyai beban dalam hidupnya namun selalu mendapat kesedihan, sedangkan mereka yang miskin justru memiliki sesuatu yang sangat berharga untuk hidup mereka yaitu kebahagiaan.

Apa yang salah hingga hal demikian bisa terjadi? Yang salah adalah pola pikir kita dan cara kita dalam menghadapi kebahagiaan juga kesedihan. Setiap kita pasti mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi warna – warni kehidupan seperti demikian, namun apakah cara yang kita ambil itu selalu benar? Jawabannya Tidak.

Untuk menghadapi sebuah kebahagiaan mungkin terdengar sangat mudah, dan pandangan seperti inilah yang kadangkala membuat kebahagiaan kita menjadi tidak sempurna, karena kebahagiaan yang sesungguhnya adalah orang lain dapat menikmati kebahagiaan kita, itulah kebahagiaan. Lalu bagaimana buat mereka yang sudah mendapatkan kebahagiaan yang melimpah? Bagikanlah kebahagiaan itu untuk mereka yang memerlukannya, karena tidak mungkin selamanya kebahagiaan menjadi sahabat kita, sehingga ketika kita mendapat kesedihan, orang yang telah kita berikan kebahagiaan dapat mengajarkan kita apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi kesedihan itu.

Dan untuk menghadapi kesedihan, inilah ujiannya, seringkali kita terlalu lama larut dalam kesedihan hingga tidak bisa melihat sedikitpun kebahagiaan yang sebenarnya ada disekitar kita. Kita seringkali berpikir bahwa kesedihan kita lebih banyak dibandingkan kebahagiaan, seperti yang aku alami sebelum aku mengerti akan hal ini. padahal sebenarnya kita masih terlalu cepat untuk mengatakan hal demikian. Hal yang tidak kita sadari adalah, sebenarnya hal seperti itu sangat baik untuk kelanjutan hidup kita. Lho maksudnya apa? Aku pernah membaca sebuah kalimat yang tertulis demikian pada sebuah buku “ Ujian karakter yang sejati bukanlah berapa banyak yang kita ketahui, melainkan berapa banyak yang bisa kita lakukan ketika kita tidak tahu harus melakukan apa “. Ketika kesedihan datang kita merasa itu adalah pukulan yang sangat berat dan membuat kita tidak tahu harus melakukan apa, nah disitulah sebenarnya tujuan Tuhan memberikan kita kesedihan, agar kita dapat menjadi pribadi yang kuat dan tidak mudah menyerah. Dan modal itulah yang dapat membuat kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Aku sangat kagum buat mereka yang hidup di jalan dan tidak mempunyai keluarga justru bisa menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, mungkin karena mereka bisa berpikir positif dan bisa mengambil pelajaran dari apa yang mereka alami sebelumnya.

Berpikirlah bahwa sebenarnya masih jauh lebih banyak orang yang lebih menyedihkan hidupnya dari kita, buktinya sekarang anda sedang berhadapan dengan sebuah komputer dengan koneksi internet baik itu di rumah maupun diwarnet, dan ketahuilah diluar sana banyak sekali orang yang tidak bisa berinternetan karena keterbatasan uang juga pengetahuan. untuk kita yang sedang bahagia sering – seringlah kita melihat kehidupan orang yang jauh lebih menyedihkan dari kita, bukan untuk menenggakkan kepala tapi untuk menundukan kepala, belajarlah dari mereka, bagaimana cara mereka menghadapi kesedihan yang cukup berat, lalu untuk kita yang sedang sedih, berhentilah mengeluh dan berkata “ Aku lelah menjalani kehidupan seperti ini.. “.

Warna – warni kehidupan antara kebahagiaan dan kesedihan memang hal yang selalu melekat dalam kehidupan kita, dan bersyukurlah akan adanya itu. Karena apapun yang kita alami baik itu kebahagiaan maupun kesedihan, itu dapat menjadikan kita manusia yang benar – benar telah menjalani kehidupan yang sesungguhnya..

Urgensi Waktu



Sesungguhnya pada pertukaran Malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah dilangit dan bumi,benar – benar ada tanda ( kekuasaan-Nya ) bagi orang – orang yang bertakwa……….” ( Q.S Yunus (10);6)
Imam Al –Ghazali dalam bukunya Khuluqul Muslim menerangkan Bahwa waktu adalah kehidupan. Karena itu,islam menjadikan kepiawaian dalam memanfaatkan waktu termasuk diantara indikasi keimanan, dan tanda – tanda ketakwaan. Orang yang mengetahui dan menyadari akan pentingnya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kebahagiaan.
Sebaliknya orang yang tidak mengenal pentingnya waktu, maka ia seakan –akan hidup dalam keadaan mati, meskipun hakikatnya ia bernapas di muka bumi. “ Allah bertanya, berapa tahunkah lamanya engkau tinggal di bumi? Mereka menjawab, kami tinggal ( dibumi )sehari atau setengah hari, maka tanyalah kepada orang - orang yang menghitung…….” (Q.S Al- mu’minun (23):112-113 ).
Ayat diatas menunjukan bahwa orang – orang yang tidak mengetahui pentingnya waktu seakan – akan hanya hidup sehari atau setengah hari,karena mereka tidak memahami arti umur, tidak mampu menguasai dan mengisinya dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat.
Membiarkan waktu terbuang sia – sia dengan anggapan esok masih ada waktu merupakan salah satu tanda tidak memahami urgensi waktu.padahal ia tidak pernah datang untuk kedua kalinya dalam pepatah arab.disebutkan “ Tidak akan Kembali hari – hari yang telah lampau “